Susi Pudjiastuti Kecam Aturan PNS Wanita Dilarang Jadi Istri Kedua hingga Keempat
Merdeka.com - Pemerintah secara resmi melarang pegawai negeri sipil (PNS) wanita menjadi istri kedua, ketiga dan keempat dari pria yang juga berstatus PNS. Aturan tersebut dinilai tidak berkeadilan.
Eks menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti menilai, aturan tersebut seharusnya batal demi hukum. Karena PNS pria diperbolehkan untuk berpoligami.
“Peraturan yang tidak berkeadilan harus batal demi hukum !!!” tulisnya dalam akun Twitternya, Kamis (1/6).
-
Apa larangan utama sebelum pernikahan Jawa? Salah satu mitos yang paling terkenal adalah larangan bagi calon pengantin untuk bertemu atau berkomunikasi sebelum hari pernikahan.
-
Aturan apa yang dikeluarkan Presiden Jokowi terkait PNS? Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan aturan tentang penyesuaian tata cara kerja baru bagi PNS.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Apa saja syarat membatalkan pernikahan? Dilansir dari laman sippn.menpan.go.id, berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi ketika hendak membatalkan pernikahan:Surat Permohonan (dengan format standar pembuatan gugatan/permohonan dan file ketikan di copy kedalam CD/ flashdisk).Foto Kopi Buku Nikah/Duplikat Kutipan Akta Nikah 1 lembar yang dimateraikan Rp 10.000,- di Kantor Pos.Foto Kopi KTP Pemohon dan Termohon I dan Termohon II.Surat Keterangan dari Kelurahan (bila Suami/Istri Ghoib atau tidak diketahui alamatnya yang pasti).Surat Kuasa dari Pejabat Kepala KUA kepada Kepala KUA atau orang yang dikuasakan untuk mengajukan gugatan.Membayar Panjar Biaya Perkara.
-
Bagaimana hukum mencabut alis bagi wanita yang sudah menikah? Dan jika si wanita sudah mendapat izin dari sang suami maka hal-hal di atas hukumnya boleh karena ia mempunyai tujuan yang jelas (berhias untuk suami).
-
Apa yang dilarang di komputer kantor PNS? Sekretaris untuk Inovasi, Teknologi dan Industri, Sun Dong, mengumumkan bahwa pegawai negeri sipil akan dibatasi dalam menggunakan platform pesan instan seperti WhatsApp dan WeChat, serta layanan penyimpanan cloud seperti Google Drive pada komputer kerja mereka.
Untuk diketahui, larangan tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
"PNS wanita tidak diizinkan menjadi istri kedua/ketiga/keempat," kata Analis Hukum ahli Madya Badan Kepegawaian Negara (BKN), Yuyud Yuchi Susanta dalam keterangan tertulis pada Sosialisasi dan Bimbingan Penyelesaian Permasalahan Kepegawaian, di Kantor Pusat BKN Jakarta, Kamis (25/5).
Prosedur Pengajuan Poligami
Larangan bagi PNS wanita menjadi istri kedua/ketiga/keempat tercantum dalam Pasal 4 PP Nomor 10 tahun 1983. "Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil," bunyi pasal 4.
Sebaliknya, pemerintah tidak melarang jika PNS wanita menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari seorang pria yang bukan berstatus PNS. Namun tetap harus mendapatkan izin dari pejabat tempatnya bekerja.
Pengajuan izin terhadap pejabat pun harus dilakukan secara tertulis. Dalam surat izin tersebut, PNS wanita harus menjelaskan alasannya bersedia menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari seorang pria non PNS.
“Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari untuk menjadi istri kedua/ ketiga/keempat," dikutip dari PP yang sama.
Syarat Bagi PNS Wanita yang Ingin Jadi Istri Kedua/Ketiga/Keempat
Bagi PNS wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria non PNS harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada pasal 11. Antara lain, mendapatkan persetujuan tertulis dari calon suami.
Calon suami juga harus mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai istri lebih dari 1 dan anak-anaknya. Hal ini harus dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan.
Tak hanya itu, harus ada jaminan tertulis dari calon suami untuk bisa berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Masih dalam pasal yang sama, pejabat pemberi izin boleh menolak permohonan dari PNS wanita yang ingin menjadi istri kedua/ketiga/keempat jika tidak bertentangan dengan syarat-syarat yang berlaku. Kemudian bertentangan dengan ajaran/aturan agama yang dianut PNS wanita atau calon istrinya.
Permohonan juga bisa ditolak jika pernikahan tersebut berpotensi mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan. Termasuk jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam aturan khusus ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi jika ada PNS yang ingin bercerai.
Baca SelengkapnyaPolemik pernikahan beda agama tengah menjadi isu hangat belakangan ini di Indonesia. Menanggapi hal itu, Iptu Benny memberikan mencerahan soal pernikahan beda a
Baca SelengkapnyaPendapatan yang dimaksud yakni gaji pokok, tunjangan kinerja, tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya.
Baca SelengkapnyaMahkamah Agung (MA) secara resmi melarang hakim mengizinkan atau mengabulkan permohonan pernikahan beda agama. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2
Baca SelengkapnyaMegawati mengatakan, seharusnya putusan MK tidak dipertentangkan.
Baca SelengkapnyaPNS dilarang mendukung salah satu capres maupun peserta pemilu di media sosial.
Baca SelengkapnyaMegawati berpikiran bahwa TNI AU dan Polri bakal sama-sama memiliki pesawat
Baca SelengkapnyaBasuki menekankan bahwa dia tidak akan memberikan arahan para PNS di kementeriannya untuk memilih pasangan calon tertentu.
Baca SelengkapnyaIbu Tien memang dikenal antipoligami. PNS pun dilarang punya istri lebih dari satu.
Baca SelengkapnyaPj Wali Kota Prabumulih geram belasan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Prabumulih melakukan perselingkuhan.
Baca SelengkapnyaRieke juga menyinggung sejumlah program dana pensiun yang dikelola BUMN namun berakhir dengan kasus.
Baca SelengkapnyaRieke menyampaikan permohonan kepada Ketua DPR Puan Maharani dalam Sidang Paripurna, Kamis, 10 September 202
Baca Selengkapnya